Facebook Twitter Google RSS

Artikel

Advertise Here

Berita

Renungan

Foto

Kegiatan

Photography

Rabu, 13 April 2016

Wisuda Program Doktor, Magister Dan Sarjana UKIT

ADMIN    16.12  No comments
Foto: Saat hening cipta. (Foto diambil oleh Hendra Mokorowu)
Universitas Kristen Indonesia Tomohon sukses menggelar wisuda program Doktor, Magister, dan Sarjana. Pelaksaan Wisuda ini sendiri dilaksanakan di halaman Kampus Bersinar UKIT, Rabu (13/4). Rektor UKIT, Pdt Dr Richard A.D. Siwu MA STM PhD mengungkapkan, mengapa upacara wisuda tidak bersamaan dengan Dies Natalis ke-51.

“Seremonial pelantikan Sarjana, Magister dan Doktor, biasanya dilaksanakan bertepatan dengan Dies Natalis yang jatuh pada 20 Februari. Namun, tertunda karena terkait proses administrasi akademik dari UKIT ke Kopertis maupun di DIKTIJakarta,” ungkap Siwu saat membuka kegiatan.

Rektor di Yayasan Perguruan Tinggi Kristen GMIM ini menerangkan, ada beberapa kendala tersangkut masalah teknis internal. Terutama. yang sering diperdebatkan mengenai kewenangan dan keabsahan penyelenggaraan UKIT. Termasuk soal pangkalan data yang sering dikeluhkan.

“Itu semua telah diklarifikasi kepada publik lewat BKD-BKD maupun Ombudsman. Dengan demikian, eksistensi dan penyelenggaraan UKIT tetap berjalan sebagaimana mestinya. Hari ini tentu kami bersyukur karena acara wisuda akhirnya dapat terlaksana,” terangnya dalam laporan Rektor.

Sementara, Ketua Tim Kerja, Dr Drs Nickson Kawung MSi mengatakan, Rapat Senat Terbuka UKIT tahun 2016, mewisudakan 78 peserta. “ParaWisudawan-wisudawati berjumlah 78 orang. Antara lain, 69 Sarjana, 8 Magister dan 1 Doktoral,” tutur Kawung.

Kegiatan ini dihadiri, Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) yang diwakili Staf Ahli, Steven Liow, Wakil Ketua APTISI Wilayah 9-B Sulut, Sefanya Oratmangun, Kapolres Tomohon diwakili, Kapolsek Tomohon Utara, AKP Bartholomeus Dambe SH, Sekretaris Dinas Pendidikan Daerah Kota Tomohon, Max Pondaag, Camat Tomohon Utara, Aneke Tuegeh SE. 

Sabtu, 26 Desember 2015

Berita Duka: Selamat Jalan Pdt. Prof. Dr. WILHELMUS ABSALOM ROEROE

ADMIN    19.42  No comments

RIP Pdt. Prof. Dr. WILHELMUS ABSALOM ROEROE pada hari Minggu, 27 Desember 2015 pkl. 01.30 Wita di RS GMIM Bethesda Tomohon.
Beliau adalah Ketua Sinode GMIM periode thn 1979-1990 & 1995-2000, Direktur Program Pascasarjana Teologi (PPsT) UKIT, dosen UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TOMOHON (UKIT).

Inilah Ungkapan Hati dari Beberapa Mahasiswa, Pegawai, Dosen, Alumni Fakultas Teologi UKIT dan PERSETIA melalui Media Social.

-Chris Manossoh (Mahasiswa Fakultas Teologi UKIT)  
Ketika ku dengar berita duka, bahwa Prof. Roeroe (Guru Besar UKIT YPTK) telah meninggal, sedih rasanya hati ini. Tak ingin rasanya beliau pergi utk sekarang. Tapi Tuhan punya kehendak lain. Mengingat kembali masa-masa beliau dikampus, dikenal sebagai sosk yg begitu ceria, ramah kepada setiap mahasiswa serta kuat walaupun beliau sudah berusia 82 tahun, tahun ini. Teringat juga sosok beliau yg mengajar mata kuliah Studi Perjanjian Lama I, waktu saya baru masuk (semester 1). Beliau mengajarkan bahwa kalau dikelasnya tidak perlu membawa segala macam buku yg berhubungan dgn Perjanjian Lama tetapi cukup bawa Alkitab. Beliau juga bilang bahwa ditangan setiap orang itu hanya tangan kiri koran, sedangkan tangan kanan Alkitab. Saya rindu dengan ketika beliau selalu membicarakan tentang "Cucur" (Kue Khas Minahasa) yg harus dibuat 32 renda. Beliau juga hobi sekali ke Perpustakaan utk membaca (ba bongkar) koran perpustakaan dgn buang air kecil di toilet perpustakaan karena Ppst UKIT berdekatan dgn perpustakaan F. Teologi UKIT. Sedih rasanya mengingat akan hal2 itu, karena sekarang tidak akan melihat hal2 tsb. Terima kasih banyak Mneer utk ilmu yg telah engkau bagikan kepada kami. Kami menghargai jasa-jasamu bagi kami dan bagi UKIT YPTK. Kami akan meneruskan jerih juangmu di UKIT YPTK. Sekali lagi Terima Kasih Prof, "Jerih Payahmu Tidak Sia-Sia". RIP Pdt. Prof. Dr. Wilhelmus Absalom Roeroe (16 September 1933 - 27 Desember 2015). 

-Peatriex Lapian (Pegawai Fakultas Teologi UKIT)
sulit rasanya mo bilang "beristirahatlah dengan tenang" (Rest In Peace) voor Pdt. Prof. Dr. Wilhelmus Absalom Roeroe, lantaran beliau p perjuangan masih sama2 diperjuangkan di UKIT...
pada akhirnya cuman mampu mo bilang, s'lamat jalan Prof...
Prof p perjuangan tetap torang mo kase trusss...

-Augustien Kaunang (Dosen Fakultas Teologi UKIT) 
Dengan senyum dia, Pdt. Prof.Dr.Wilhelmus Absalom Roeroe kembali ke haribaan Penciptanya. Kiranya isteri ibu Tilly Roeroe-Tompodung serta anak2 Aridan J. Roeroe Aya Johannes Roeroe kuat.

-Yan Okhtavianus Kalampung (Alumni Fakultas Teologi UKIT)
Dan kini dosen kesayanganku, Pdt. Prof. Dr. W. A. Roeroe, meninggal dunia. Dari kesaksian hidupnya, ia mengajarkan padaku bahwa hidup yg dijalani dengan sungguh, serius dan sederhana adalah hidup yg sebenarnya. 
Dulu aku begitu mengidolakan dia sampe2 aku sengaja menulis skripsi tentang Perjanjian Lama dan meminta agar ia yg membimbing. 
Semua mata kuliah yg diampuh olehnya kuambil dan kuikuti dengan semangat. Buku-buku yg ditulis olehnya kubaca dengan berapi-api.
Darinya aku jadi tahu ternyata kuliah bisa jadi begitu menyenangkan karena aku bisa liar berpikir dengan ia yg selalu dengan serius meladeni aku yg terus-terusan membantah pemikirannya.
Aku berusaha sekuat tenaga menirunya mulai dari gaya bicara, gaya menganalisa sampai ungkapan2 yg sering dipakai karena aku begitu mengagumi sosoknya. 
Waktu pembimbingan skripsi aku sempat menghilang dan dicari-cari olehnya. Ia juga yg memberikan rekomendasi kepadaku untuk lanjut studi ke Duta Wacana. Percakapan terakhir dengannya di kampus UKIT setelah aku lulus yg waktu itu sedang siap2 berangkat ke Jogja, ia berujar padaku "Eh, masih hidop kote ngana?". Rupanya ia mencariku yg waktu itu sudah jarang ke tomohon.
Selamat jalan mner, engkau telah menjadi guru kehidupan bagiku.

-Persetia ATSI
Rest in Peace Prof. Dr. W.A. Roeroe....PERSETIA menyampaikan belasungkawa yang sedalam-dalamnya. Kiranya Tuhan menghiburkan dan menguatkan keluarga yang ditinggalkan. Teringat dalam KAT PERSETIA Agustus lalu, dalam keterbatasan kesehatan, beliau masih sanggup memberi kuliah dengan semangat yang luar biasa. Selamat jalan Prof, teladanmu akan tetap menjadi inspirasi bagi kami.

Kamis, 17 Desember 2015

Civitas Fakultas Teologi UKIT YPTK-GMIM laksanakan ibadah perayaan Natal Yesus Kristus di Panti Asuhan Sayap Kasih

ADMIN    21.05  No comments
Civitas Fakultas Teologi UKIT YPTK-GMIM laksanakan ibadah perayaan Natal Yesus Kristus di Panti Asuhan Sayap Kasih, Kel. Woloan Tiga, Kota Tomohon, Kamis (17/12). Dosen, mahasiswa, pegawai dan beberapa alumni bersama-sama dengan anak-anak dan pengasuh menghayati makna kelahiran Yesus Kristus. 

Ibadah dirancang secara kreatif untuk mengajak civitas Fak. Teologi UKIT merefleksikan makna kelahiran Yesus dalam konteks kehidupan sosial. Dalam refleksi berupa drama, dipentaskan macam-macam karakter manusia merespon persoalan-persoalan kemanusiaan, antara lain bagi individu atau kelompok yang tidak berdaya secara fisik dan mental. Drama itu menampilkan karakter khas, baik agamawan, politisi maupun akademisi yang hanya pinter dalam konsep dan pernyataan-pernyataan tapi tidak dilanjutkan dalam tindakan nyata. 
“Dengan melaksanakan ibadah Natal Yesus Kristus di panti asuhan ini, civitas diharapkan dapat menghayati makna kasih, solidaritas dan kepedulian terhadap sesama manusia yang tidak berdaya dalam tindakan nyata,” kata Sekretaris Panitia Kemerlien Ondang. Ketua Panitia dipercayakan kepada Pdt. G.E.W. Kumaat. 

Dekan Fakultas Teologi UKIT Pdt. Lientje Kaunang dalam sambutannya mengatakan, ibadah perayaan Natal Yesus Kristus tahun ini sangat berkesan dan bermakna karena dirayakan di sebuah panti asuhan yang dihuni anak-anak berkebutuhan khusus. “Kami boleh belajar dari pengasuh yang mempraktekkan kasih dan kesabaran dalam merawat anak-anak panti yang butuh perhatian penuh,” kata Pdt. Lientje Kaunang. 

Direktur Panti Asuhan Sayap Kasih Bruder Martin mengatakan, jumlah anak-anak yang menghuni panti asuhan mereka sebanyak 20 orang terdiri dari laki-laki dan perempuan. “Panti asuhan ini memang khusus anak-anak yang berbutuhan khusus. Jadi, para pengasuh mereka siap selama 1 x 24 jam,” kata Bruder Martin.
Pengurus Yayasan Manuel Runtu Bruder Berchman Ngala mengatakan, Yayasan Panti Asuhan Sayap Kasih adalah bagian dari unit pelayanan yayasan mereka. Panti ini sendiri berdiri tahun 2000.  Pendirinya Bruder Han Geritze CSD, missionaris Katolik asal Belanda. Seorang perempuan asal Belanda, Michelle Borsboom memberikan bantuan untuk pengadaan gedung dan lahan panti. “Terima kasih kepada civitas Fakultas Teologi UKIT yang telah mengatakan kepedulian kepada kami,” kata Bruder Berchman dalam sambutannya.


Galeri Foto
















Belajar Kasih Natal dari Panti

ADMIN    02.55  No comments
Belajar Kasih Natal dari Panti
oleh: Denni Pinontoan

ANAK-anak perempuan dan laki-laki itu duduk hampir terlentang tak berdaya di atas kursi roda. Sesekali terdengar suara-suara tak jelas keluar dari mulut mereka. Tangan dan kaki yang  kurus lemah, hampir tak dapat digerakkan. Bola-bola mata yang bening memandang kosong ke langit-langit ruangan itu. 
Beberapa perempuan dewasa sedang menyuapi mereka. Mereka para pengasuh yang merawat anak-anak ini. Di bagian pinggir ruangan ranjang berbentuk box berwarna coklat teratur rapih. Bilik-bilik kamar terdapat ranjang serupa. Di situlah anak-anak ini merebahkan tubuhnya yang lemah.
Anak-anak ini adalah penghuni Panti Asuhan Sayap Kasih yang terletak  di Kel. Woloan III, Kota Tomohon. Panti ini didirikan oleh br. Han Gerritse CSD, seorang missionaris Katolik dari Belanda. Sejak tahun 1980-an ia sudah melayani di Woloan. Tahun 2000 seorang perempuan Belanda bernama Michelle Borsboom memberikan bantuan untuk pengadaan fasilitas gedung panti.
“Penghuni panti asuhan kami ini semuanya anak-anak yang berkebutuhan khusus. Lemah secara fisik dan mental,” bruder Martin direktur Panti Asuhan itu menerangkan. 
Jumlah anak penghuni panti asuhan ini 20 orang. Mereka dari latar yang berbeda-beda, baik asal maupun agama. Usia mereka dari 5 sampai 20-an tahun.
Panti Asuhan Sayap Kasih bernaung di bawah  Yayasan Manuel Runtu. Yayasan ini berdiri tahun 1985.
“Nama yayasan ini diambil dari nama seorang tokoh awam Katolik asal Woloan bernama Manuel Runtu,” ujar bruder Berchman, pengurus yayasan itu. 
Manuel Runtu adalah seorang guru. Bruder Berchman menceritakan, di masa pendudukan Jepang Manuel Runtu berperan melayani pastor-pastor asal Belanda yang ditawan. Sesudah masa pendudukan Jepang, Manuel Runtu menjadi kepada sekolah di SD I Woloan. Sesudah pensiun, ia diminta untuk menjadi guru di Seminari Kakaskasen. Manuel Runtu meninggal tahun 1976.

KAMIS, 17 Desember 2015, civitas Fak. Teologi UKIT YPTK-GMIM gelar ibadah Natal Yesus Kristus di panti itu. Dosen, mahasiswa, pegawai dan beberapa alumni bersama-sama dengan anak-anak dan pengasuh panti menghayati makna kelahiran Yesus Kristus. Ibadah dirancang secara kreatif untuk mengajak civitas Fak. Teologi UKIT refleksikan makna kelahiran Yesus dalam konteks kini. 
Refleksi Natal dalam bentuk drama.  Para pemeran dari kalangan mahasiswa. Mereka mementaskan macam-macam karakter manusia berhadapan dengan persoalan-persoalan kemanusiaan. Salah satunya terhadap individu atau kelompok yang tidak berdaya secara fisik dan mental. Drama itu menampilkan karakter khas agamawan, politisi maupun akademisi yang hanya pinter dalam konsep dan pernyataan-pernyataan tapi tidak dilanjutkan dengan tindakan nyata. 
“Dengan melaksanakan ibadah Natal Yesus Kristus di panti asuhan ini, civitas diharapkan dapat menghayati makna kasih, solidaritas dan kepedulian terhadap sesama manusia yang tidak berdaya dalam tindakan nyata,” kata Sekretaris Panitia Kemerlien Ondang. Ketua panitia perayaan dipercayakan kepada Pdt. G.E.W. Kumaat. 
Dekan Fakultas Teologi UKIT Pdt. Lientje Kaunang dalam sambutannya mengatakan, ibadah perayaan Natal Yesus Kristus tahun ini sangat berkesan dan bermakna karena dirayakan di sebuah panti asuhan yang dihuni anak-anak berkebutuhan khusus. “Kami boleh belajar dari pengasuh yang mempraktekkan kasih dan kesabaran dalam merawat anak-anak panti yang butuh perhatian penuh,” kata Pdt. Lientje Kaunang. 
Sebelum ibadah di mulai, saya berbincang dengan Pdt. Martin Supit. Ia dosen etika di fakultas. Kami diskusi kecil tentang gereja dan kepedulian serta solidaritas kemanusiaan. 
“Di alkitab kita membaca mengenai kewajiban untuk peduli pada manusia-manusia lemah. Namun, gereja-gereja protestan terutama, lebih sibuk dengan kemewahan gedung gereja dan kekokohan institusi,’ ujar Pdt. Martin. 
Datang beribadah di panti asuhan semacam ini, mestinya tidak hanya seremonial atau sekadar pencitraan. Justru kita dapat belajar dari kehidupan, baik para pengasuh maupun keberadaan anak-anak panti itu.
“Kita dapat belajar dari pemberian diri para pengasuh panti. Mereka tidak hanya sekadar bekerja sebagai pengasuh atau perawat anak-anak. Tapi saya lihat mereka memang mencintai anak-anak tak berdaya ini,” lanjut Pdt. Martin. 
Anak-anak ini juga sepertinya merefleksikan mengenai hakekat kasih itu. “Mereka mungkin tak kenal siapa pengasuhnya atau kita yang datang ini. Mereka tak dapat membalas perhatian dan pemberian kita. Rupanya, mereka mengajari kita bagaimana mempraktekkan kasih agape itu, seperti kasih Yesus,” balasku. 
PULANG ke rumah usai ibadah di panti itu, saya menumpang mobil yang dikendarai Pdt. Jonely Lintong. Ia dosen agama-agama di Fakultas Teologi dan PPsT UKIT. Juga berminat pada studi-studi sejarah gereja. 
“Coba kita perhatikan cara-cara orang Katolik. Mereka benar-benar memprektekkan panggilan gereja itu,” ujar Pdt. Lintong.
Dia melanjutkan, panggilan itu tidak terutama urusan institusi tapi juga umat atau warga gereja. Banyak yayasan pendidikan dan sosial Katolik yang didirikan oleh pribadi-pribadi. Tapi karena mereka menghayati itu bagian dari panggilan gereja, maka mereka sebagai warga gereja berinisiatif untuk melakukan tugas panggilan itu secara individual atau komunitas, katanya. 
Saya membandingkan dengan gereja-gereja Protestan, terutama Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM). Bukan untuk ikut-ikutan atau menciplak. Tapi sudah seharusnya begitu hakekat dan fungsi gereja. Tapi, prakteknya sangat berbeda sekali dengan gereja Katolik.
Tugas panggilan gereja itu sepertinya harus menjadi urusan lembaga. Lihat saja, sepertinya tidak dibolehkan oleh sinode bagi warga jemaat untuk mendirikan yayasan sosial atau pendidikan yang dikelolanya sendiri atau kelompok dengan menggunakan nama GMIM. Kalau sudah menggunakan nama GMIM di belakang atau di depan nama yayasan, maka itu sudah harus menjadi kewenangan institusi. Sekarang, bahkan usaha-usaha profit juga ikut dibentuk dan diurus langsung oleh sinode. Padahal, usaha sejenis sebenarnya menjadi sumber pendapat warga jemaat. Bukannya mendorong, memberdayakan agar warga jemaat lebih aktif dan mandiri, malah sebaliknya gereja menjadi tukang kontrol dan pesaing. 

Minggu, 19 Juli 2015

Lokakarya Imajinasi Sosial Indonesia : Budaya, Agama dan Modernitas.

ADMIN    18.36  1 comment
Lokakarya Imajinasi Sosial Indonesia : Budaya, Agama dan Modernitas. 
Nara sumber : Prof.Bernard Adeney Risakotta bersama isteri Dr. Farsijana Adeney-Risakotta. Bertempat di Aula UKIT.




Sabtu, 11 Juli 2015

GEREJA menurut Tata Gereja GMIM

ADMIN    09.35  No comments
GEREJA menurut Tata Gereja GMIM
(membandingkan TG 1990, TG 1999 dengan TG 2007)

Dari : Pdt. Karolina Augustien Kapahang-Kaunang, M.Th
Untuk : Seluruh anggota Jemaat GMIM, khususnya para peserta Sidang Majelis 
Sinode GMIM yang akan berlangsung pada tanggal 22-27 Maret 2010 di 
Wale ne Tou Minahasa Tondano.

Sejak berdirinya GMIM pada tahun 1934, ia telah menyusun, merubah dan membaharui Tata Gereja (selanjutnya disingkat TG) sebanyak 11 kali yakni tahun 1934, 1939, 1940, 1942, 1951, 1968, 1970, 1981, 1990, 1999 (Lihat Pembukaan TataGereja 1990, Pembukaan Tata Gereja 1999) dan TG 2007. Dari 11 TG ini terdapat 6 TG yang mengalami perubahan dan bukan sekedar revisi yaitu tata gereja 1942, 1951, 1970, 1981, 1990, 1999. (J.M.Saruan, Ekklesiologi : Pemahaman Teologi tentang Gereja dan Tata Gereja, hlm. 39). Apakah TG tahun 2007 (terbaru) adalah tata gereja yang direvisi atau yang baru sama sekali, nanti kita lihat dalam telusuran berikut ini.
TG 1990, TG 1999 dan TG 2007 dapat menjadi rujukan penting (selain Tata Ibadah) untuk mengetahui apa pemahaman GMIM tentang Gereja atau bahasa teknis teologisnya apa pamahaman GMIM tentang ekklesiologi atau lebih khusus lagi apa pemahaman GMIM tentang dirinya sebagai Gereja Tuhan dalam dunianya.
Beberapa catatan berikut ini hendak menyatakan bahwa TG 2007 telah mengalami perubahan yang sangat-sangat signifikan berkaitan dengan hakikat Gereja Tuhan dibandingkan dengan dua TG sebelumnya.
1. Tentang Pengakuan Gereja.
TG 1990 dan TG 1999 sangat terang benderang mencatat dalam 4 titik Pengakuan GMIM, yaitu 1. tentang ketaatan pada Firman Allah, pengakuan Allah yang Esa. 2.a. keterkaitan dengan gereja di segala abad dan tempat melalui pengakuan-pengakuan iman ekumenis secara internasional dan nasional. 2.b. bersama dengan PGI mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, Juruselamat dunia serta Kepala Gereja, sumber kebenaran dan hidup, yang menghimpun dan menumbuhkan Gereja sesuai dengan Firman Allah dalam Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru (Ul 7:6; Mat 16:18; Ef 4:15; I Korintus 3:11 “Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain daripada dasar yang telah diletakkan yaitu Yesus Kristus”). 3. GMIM mengakui dua sakramen yaitu Baptisan Kudus yang berlaku sekali untuk selama-lamanya dan Perjamuan Kudus dengan inti pengajarannya seperti diuraikan dalam Tata Ibadah dan Pokok-Pokok Ajaran yang diterbitkan oleh Sinode GMIM. 4. menolak (TG 1990 ‘menentang’) segala yang berlawanan dengan pengakuannya.
Ayat 1 diberikan penjelasan sbb : “Firman Allah yang disaksikan dalam Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru” hendak menegaskan bahwa yang disebut Firman Allah itu hanya bersumber dari Alkitab. Sekaligus hal ini hendak menegaskan tentang kewibawaan Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dalam TG 1999 ditambahkan Rumusan ini akan menjadi pedoman untuk menyusun Pengakuan Iman GMIM.
Kata dan kalimat yang dibold ini sama sekali tidak ada dalam TG 2007.

2. Tentang Tugas/ Panggilan Gereja.
TG 1990 Bagian I Bab I Pasal 5 dan Penjelasannya sama dengan TG 1999 Peraturan Dasar Bab I Pasal 7 dan Penjelasannya. Berikut ini kutipan dari TG 1999 :
1. Panggilan GMIM pada hakikatnya adalah panggilan seluruh anggota GMIM yang dijabarkan dalam ayat 2-4 Pasal ini.
2. Warga GMIM dipanggil dalam rangka menampakkan keesaan dengan membaharui, membangun dan mempersatukan Gereja untuk:
a. selalu menguji keadaan GMIM, termasuk bentuk-bentuk pengungkapan ibadahnya, dan seluruh anggota GMIM, di bawah bimbingan Roh Kudus, untuk melihat sampai di mana keadaan GMIM, sesuai atau tidak dengan kehendak TUHAN, seperti diungkapkan dalam Firman Allah serta sepadan atau tidak lagi dengan tugas panggilan di tengah-tengah masyarakat dan lingkungan hidup;
b. secara realistis, terencana dan konsekuen, berusaha untuk melaksanakan pertobatan dan perubahan baik secara pribadi maupun persekutuan agar GMIM menjadi lebih sepadan dengan tugas panggilan di masyarakat dan lingkungan hidup.
3. Warga GMIM dipanggil dalam rangka menyaksikan dan memberitakan Injil kepada segala makhluk dengan :
a. mengabarkan Berita Kesukaan yang utuh dan menyeluruh, menyangkut keseluruhan kehidupan makhluk, tidak hanya kelak di sorga tetapi juga di sini dan kini; meliputi jiwa, roh, tubuh, sosial dan lingkungan hidup;
b. cara memberitakan baik secara pribadi dan bersama kepada orang lain, dialog dengan pemeluk agama dan kepercayaan lain, tidak semata-mata dalam perkataan, melainkan dengan perbuatan, kerja dan sebagainya, termasuk pelayanan diakonia.
4. Warga GMIM baik secara prbadi maupun bersama-sama sebagai persekutuan dipanggil untuk melayani demi keadilan, pergamaian dan keutuhan ciptaan TUHAN Allah, sesuai kehendak TUHAN Allah bagu dunia, guna mendirikan tanda-tanda Kerajaan-Nya bersama-sama dengan semua golongan dan masyarakat Indonesia dengan cara :
a. melayani sesama manusia dan masyarakat demi kesejahteraan, keadilan, kebebasan, persaudaraan dan perdamaian;
b. mengusahakan dan memelihara lingkungan hidup agar tetap berlaku keseimbangan antara pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup. 
5. Untuk memenuhi tugas panggilan GMIM tersebut di ayat I, maka GMIM terpanggil untuk memeperlengkapi anggota-anggotanya, serta bertanggung-jawab atas pendidikan dan pelengkapan Pelayan-Pelayan Khusus, baik secara formal maupun non formal.
6. Untuk memenuhi amanat panggilan GEREJA di dalam dunia, maka GMIM dipanggil untuk mengolah anugerah dan karunia TUHAN Allah dalam segala bentuk sumber daya yakni pikiran, tenaga, waktu, harta dan alam.
7. Bentuk-bentiuk tugas panggilan, pelengkapan dan penatalayan tersebut diatur dalam Peraturan-peraturan khusus. 
Penjelasan
1. Tugas-tugas tersebut dalam Pasal ini pada hakikatnya adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan meskipun dapat dibeda-bedakan.
2. Istilah ‘menguji’ dalam Alkitab dibicarakan dalam rangka memeriksa diri sendiri, apakah masih tetap tegak dalam iman dan apakah ada keyakinan bahwa Kristus ada di dalam diri, baik sebagai pribadi, maupun sebagai persekutuan (band. antara lain 2 Kor 13:5; Yoh 6:6; Ibr 11:17; I Tes 3:5; Yak 1:13,14)
3. Bandingkan dengan Mrk 16:15 dan Rm 8:19-25. 

Bagian yang sangat penting ini (dibold) tidak terdapat dalam TG 2007. TG 2007 Tata Dasar Bab II Pasal 4 mencatat secara singkat yaitu “Panggilan GMIM bersumber dari kesaksian Alkitab : Perjanjian dan Perjanjian Baru. Penjelasannya : Lihat Kej 12:1-3; Kel 23:6-8; Im 16:18-20; Mat 5:13-16; 22:34-40; Mrk 3:13-19; Kis 1:8; 2 Kor 4: 1-6; 2 Tim 4:1-5. Kemudian Pasal 5 yang secara khusus diberi judul Bentuk-Bentuk Panggilan GMIM (yang tidak terdapat dalam TG-TG sebelumnya) yaitu :
1. Anggota GMIM dipanggil untuk bersekutu, bersaksi, melayani dan membaharui
2. GMM terpanggil untuk memperlengkapi anggota-anggotanya, serta bertanggungjawab aatas pendidikan dan pelengkapan Pelayan Khusus, baik secara formal, non formal maupun informal.
3. Anggota GMIM terpanggil untuk mengelola segenap anugerah dan karunia Tuhan Allah dalam segala bentuk.
Penjelasannya
1. Panggilan dalam pasal ini pada hakikatnya adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan sekalipun dapat dibeda-bedakan.
2. Dalam rangka pelengkapan anggota-anggotanya, GMIM perlu selalu menguji ajaran dan ibadahnya, apakah tetap berdasar pada iman kepada Yesus Kristus, baik sebagai perseorangan maupun sebagai persekutuan.
3. Yang dimaksud dengan anugerah dan karunia Tuhan Allah , antara lain : pikiran, tenaga, waktu, harta dan alam sekitar.

Perbandingan antara tiga TG ini dapat disimpulkan dan dievalusi/direfleksikan sbb :
1. TG 1990 dan TG 1999 punya pandangan yang sama tentang Pengakuan serta Tugas/Panggilan GMIM. Dalam hal ini rumusan TG 1999 mengadopsi kembali TG 1990. Hanya terjadi perubahan pasal dan tempat, padahal TG 1999 adalah TG yang dibaharui atau bukan direvisi. Jelas sekali yang menyangkut Tata Dasar tidak mengalami perubahan. Padahal TG 1999 adalah TG yang baru.
2. TG 2007 sebagai hasil Sidang Sinode Istimewa ternyata mengalami perubahan yang dasariah sebab menyangkut Pengakuan dan Tugas/Panggilan GMIM. Sangat jelas dalam rumusan Pengakuan serta Tugas/Panggilan Gereja (GMIM) dalam TG 1990 dan TG 1999 yang meliputi segala aspek hidup jemaat dalam bermasyarakat di masa kini. Kata-kata kuncinya jelas yaitu menampakkan keesaan dengan membaharui, membangun dan mempersatukan Gereja, menyaksikan dan memberitakan Injil kepada segala makhluk, melayani demi keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan. Bukankah Pengakuan dan Tugas/Pangggilan ini yang menjadi dasar penyusunan berbagai peraturan, Tata Ibadah, Program satu periode serta anggarannya dan dengan demikian kegiatan-kegiatannya mulai dari jemaat, wilayah dan sinode. Sekarang dengan TG 2007 kita sulit berbicara ‘bahwa kami melakukan ini dan itu berdasar TG’ dalam bergereja GMIM. Sebab tidak ada dasar yang jelas dan kuat secara teologis alkitabiah untuk menjadi acuan bersama. Sungguh suatu kemunduran dan ‘pengkhianatan’ dalam memaknai perkembangan bergereja TUHAN dengan tidak jelasnya lagi pengakuan serta tugas/panggilannya sebagai Gereja TUHAN. Dapat saya simpulkan bahwa Ekklesiologi GMIM menyangkut Pengakuannya sangat rapuh, dan menyangkut Tugas/Panggilannya sangat kerdil. Padahal seharusnya makin sering mengevaluasi, merevisi dan menyusun TG maka dasar teologisnya makin kuat dan mampu mengatasi permasalahan yang bakal muncul dalam arak-arakan menggereja. Akan tetapi dalam TG 2007 sebaliknya hal ini makin lemah bahkan menjadi kabur. Jangan-jangan ketidakjelasan inilah yang mengantar persekutuan kita ini mengalami banyak masalah yang sulit diselesaikan. 
3. Sudah dapat dibayangkan apa yang terjadi dengan Peraturan-Pertaturan serta turunannya termasuk Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis yang akan makin jauh dari dasar berpijak menggereja. 
4. Dalam bagian panggilan Gereja di TG 1990 dan TG 1999 secara eksplisit dicantumkam bahwa selalu menguji kedaaan GMIM dan secara realistis, terencana dan konsekuan, berusaha untuk melaksanakan pertobatan dan perubahan ….. Sayang sekali rumusan ini hilang dalam TG 2007. Mungkin hal ini yang a.l. yang menyebabkan GMIM sejak mulai mempersiapkan revisi TG pada tahun 1995 sampai hasilnya 2007 tidak berada dalam posisi selalu menguji dan melaksanakan pertobatan dan perubahan. Padahal periode ini (2005-2010) bertemakan “Berubahlah oleh Pembaharuan Budimu” sehingga kita dapat membedakan manakah kehendak Allah : apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (Roma 12: 2). Apalagi prinsip reformasi yaitu Gereja Reformasi selalu/senantiasa/terus menerus membaharui diri.
5. Dalam TG 2007, keberadaan 10 TG sebelumnya sama sekali tidak disebutkan. Hal ini mengindikasikan GMIM melupakan sejarah lahirnya dan adanya TG-TG tersebut. Maka tidaklah heran beberapa rumusan penting mendasar dalam TG-TG sebelumnya (contohnya TG 1990 dan TG 1999) sama sekali tidak diadopsi lagi, dan sama sekali tidak ada rumusan baru yang mustinya ‘lebih kuat/tegas, lebih teologis kontekstual’ dengan perjalanan GMIM kini dan ke depan. Pertanyaan saya : apakah yang telah kita buat dalam lokakarya penyusunan konsep TG dalam beberapa kali dan dalam berbagai level dan bahkan diselenggarakan di luar daerah? Apakah hasil sosialisasi atau pemahaman bersama konsep TG ini yang secara maraton dilakukan pada tahun 2007 betul-betul melihat dan membahas bersama point penting ini, atau pada waktu itu fokusnya hanya pada peraturan-peraturan apalagi hanya peraturan tentang struktur dan pemilihan BPMS. Apakah peserta Sidang Sinode Istimewa (SSI) telah benar-benar mempelajari dengan ‘baik’ konsepnya? Jangan-jangan konsep TG waktu itu belum ‘cukup siap’ disampaikan dalam SSI yang berlangsung pada 30 Juli sampai 4 Agustus 2007 bertempat di Auditorium Bukit Inspirasi. Jangan-jangan waktu ber-SSI tidak cukup. 
6. Saya ingat persis pada bulan Juni, Agustus dan September/Oktober 2005 dilaksanakan Konsultasi Teologi Ekklesiologi dan Tata Gereja bertempat di PPWG Kaaten Tomohon. Konsultasi ini dimaksudkan dalam rangkaian persiapan penyusunan konsep TG baru (2007). Ada banyak bahan teologis baik yang tertulis maupun lisan yang lahir dalam konsultasi ini, tetapi sayang sekali banyak bahan teologis yang dasariah tidak “digunakan” dalam penyusunan TG 2007 ini (lihat Kumpulan Materi Konsultasi Teologi Ekklesiologi dan Tata Gereja Tahap Dua, September-Oktober 2005, juga bandingkan Kumpulan Materi Konsultasi Teologi :Berteologi Kontekstual yang Fungsional, 27-28 September 2001).
7. Berbagai peristiwa dan kejadian dalam tubuh GMIM selama periode pelayanan 2005-2010 ini sampai pada pemberhentian 11 orang pekerja GMIM yang 10 daripadanya sekaligus diberhentikan sebagai pendeta, mengingatkan saya pada satu adagium yang tersohor yang pertama kali dicanangkan oleh Origenes (185-254) dan Cyprianus (205-258) yaitu “extra ecclesiam nulla salus” (di luar gereja tidak ada keselamatan) dapat berbalik menjadi ‘di dalam gereja (GMIM) tidak ada keselamatan’. Meski saya sendiri tidak setuju dengan adagium. Ini bukan tidak mungkin: bukankah Tuhan Allah sendiri pernah memakai bangsa bukan Israel (Raja Koresy atau Raja Cyrus) untuk membebaskan bangsa Israel yang sedang berada dalam pembuangan. Hanya Tuhan Allah yang menyelamatkan siapa saja yang berkenan kepada-Nya : apakah orang di dalam gereja atau di luar gereja. Bukankah Dia itu yang menciptakan pada awalnya segala yang ada di bumi ini? GMIM ke depan akan menetapkan tema pelayananna mengikuti tema pelayanan PGI yaitu ‘TUHAN itu baik kepada semua orang’. Apa artinya tema ini bagi GMIM kini dan nanti?
8. Dalam kenyataan di atas (7), saya masih berpengharapan kuat bahwa gereja (GMIM) dapat menjadi ‘household of freedom’ (rumah tangga kemerdekaan), sebab kita yakin TUHAN Kepala Gereja tidak akan membiarkan orang-orang yang diperlakukan tidak adil seperti a.l. hak kependetaan seseorang sebagai hasil rekomendasi jemaat tempat yang bersangkutan menjalani masa vikariatnya telah dicabut oleh BPS/BPMS. Saya juga mengutip sms dari seorang teman pendeta perempuan pada tanggal 8 Maret 2010 demikian : “Mari maknai HARI PEREMPUAN INTERNASIONAL 8 Maret, melalui upaya menjadikan Gereja sbg ‘RUMAH AMAN” yang menyajikan kebaikan2 Tuhan bagi semua orang termasuk perempuan. GBU”. Saya tersentuh dengan sms ini. Sebab istilah “RUMAH AMAN” adalah istilah yang biasanya dipakai dalam upaya penanganan kasus KDRT (kekerasan dalam Rumah Tangga). Jangan-jangan ada banyak anggota GMIM yang sedang mengalami Kekerasan dalam Gereja (KDG). Kalau gereja (pimpinan gereja yang dilegalkan melalui Rapat-Rapat Tahunannya) menjadi pelaku kekerasan, maka gereja yang mana yang dapat menjadi “RUMAH AMAN” dimaksud? Saya tersentuh, sebab sangat dekat dengan pergumulan saya beserta 10 orang teman lainnya; bukankah kami menjadi korban kekerasan struktural gereja? Mengapa kami tidak diberi kesempatan untuk berbicara dalam rapat-rapat tahunan itu? Mudah-mudahan atas perkenanan Tuhan, kerinduan untuk berbicara dalam forum terhormat Sidang Majelis Sinode nanti di Tondano, dapat terealiser. Kembali ke sms dari teman. Saya menduga teman saya ini sedang mereflkesikan apa yang dia alami dalam GMIM ini. Karena itu saya yakin masih banyak anggota jemaat dan pelayan khusus yang sedang bergumul dengan situasi GMIM ini dan mau berpihak (bersuara) kepada yang tertindas oleh struktur gereja (bukan hanya kepada 11 pekerja GMIM ini). Tetapi tentu tidak dapat menutup mata dan rasa serta pikir bahwa ada pula yang sayang seribu sayang meski tahu harus berpihak (bersuara) namun tak mampu melakukannya (meski sebagiannya telah dan sedang bersuara melalui facebook dan sms) dengan seribu satu macam alasan dan pertimbangannya sendiri.

Oleh sebab itu, maka perkenankanlah saya memohon dan mengusulkan kepada para peserta Sidang Majelis Sinode yang akan bersidang di Tondano pada tanggal 22 – 27 Maret 2010 agar membicarakan ulang Tata Gereja 2007 ini. Sebab kalau tidak, maka GMIM kini dan ke depan akan terus berjalan pada jalan ketidak-jelasan ekklesiologinya dan lebih lagi berpotensi ‘kekacauan’ bergereja, lalu apalah artinya perjalanan GMIM yang baru saja merayakan 75 tahun sebagai Tahun Berliannya? Haruskah GMIM tetap berjalan seperti perjalanannya selama lima tahun terakhir ini (2005-2010) ? Tegakah kita ‘menghilangkan’ sejarah gereja Tuhan melalui GMIM selama ini ?
Saya mengajak kita sekalian jemaat GMIM dengan mengutip Ratapan 3: 40-41 “Marilah kita menyelidiki dan memeriksa hidup kita, dan berpaling kepada TUHAN. Marilah kita mengangkat hati kita dan tangan kita kepada Allah di sorga”. Untuk semua itu, marilah kita hayati kutipan dari Yehezkiel 36 : 25 – 27 “Aku akan mencurahkan kepadamu air jernih, yang akan mentahirkan kamu; dari segala kenajisanmu dan dari semua berhala-berhalamu. Aku akan mentahirkan kamu. Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya”
Oleh sebab itu pula, marilah kita berdoa bersama “Ya TUHAN, baharuilah dan persatukanlah kami”. Amin.

Tomohon, Minggu Sengsara 3, 2010

Catatan,
dalam naskah asli ada bagian-bagian tertentu yang dibold.

Senin, 15 Juni 2015

Mahasiswa PPL Tahun 2015 di Wilayah Tandengan

ADMIN    17.41  No comments
Mahasiswa PPL di Wilayah Tandengan. Diterima oleh Ketua Wilayah, Pdt. Femmy Agu, selanjutnya diantar ke Jemaat Eris, Watumea, dan Touliang Oki.





Labels

Recent news

About Us

Fakultas Teologi UKIT (Jln. Raya Tomohon Kakaskasen) Telp. (0431) 351081, Fax (0431) 351585