0leh : Karolina Augustien Kapahang Kaunang
Pada tanggal 4 Februari 2001 Dewan Gereja-Gereja se-Dunia (DGD) mencanangkan dimulainya Dasawarsa Mengatasi Kekerasan (Decade to Overcome Violence – disingkat DOV)): Gereja-Gereja Mencari Damai dan Rekonsiliasi (2001-2010). Dasawarsa ini diluncurkan berkaitan dengan “Dasawarsa Internasional bagi Budaya Damai dan Tanpa Kekerasan terhadap Anak-Anak Sedunia” yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2001-2010.
Pencanangan ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa pada abad 20 telah terjadi antara lain :
* Peperangan lokal dan regional dan di antara bangsa-bangsa dengan penggunaan senjata yang menghancurkan masyarakat sipil dan yang memaksa anak-anak masuk ke dalam dinas militer.
* Tindakan-tindakan pemusnahan secara teratur terhadap golongan tertentu dan penduduk asli.
* Sikap mendahulukan cara kekerasan dalam berbagai konflik dalam keluarga, antar individu dan antar masyarakat yang mengakibatkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga/keluarga dan bentuk kekerasan lainnya yang berakbibat khususnya bagi kaum perempuan, pemuda dan anak.
* Pemusatan serta pengembangan media global yang mempromosikan kecanduan terhadap penggunaan kekerasan sebagai suatu bentuk hiburan yang memperdalam pertumbuhan roh kemalasan di dalam dan di seluruh masyarakat.
* Perluasan secara global budaya konsumerisme yang memeras dan menguras manusia dan alam.
* Pengangkatan tradisi keagamaan, termasuk agama Kristen untuk membenarkan dan mendukung kekerasan dan penindasan.
Dasawarsa Mengatasi Kekerasan (disingkat DMK): Gereja-Gereja Mencari Damai dan Rekonsiliasi, harus dimulai dari diri kita sendiri, pola pikir dan prilaku di tengah keluarga, tetangga, di dalam gereja dan negara. Kekuatan nyata gereja terletak pada iman dan kasih yang kelihatannya tanpa daya, dan untuk itu kita harus berupaya setiap hari untuk menemukan kembali serta mengalami kekuatan ini. Penanggulangan kekerasan memanggil dan menantang kita untuk terus menerus menghidupkan komitmen atau janji Kristiani kita di dalam roh kejujuran, kerendahan hati dan rela berkurban.
Pada kesempatan pencanangan DMK ini di kota Berlin Timur Jerman, DGD menyampaikan pesannya sebagai berikut : DMK sebagai panggilan mendesak kepada gereja-gereja dan organisasi ekumenis untuk antara lain :
1. Menjadi dan membangun masyarakat yang damai di tengah kepelbagaian yang berlandaskan kebenaran.
2. Bersama-sama bertobat atas keterlibatan kita dalam kekerasan.
3. Menganalisis berbagai bentuk kekerasan dan hal-hal yang berhubungan dengan kekerasan.
4. Berupaya untuk memutuskan siklus atau lingkaran kekerasan.
5. Berpihak pada dan mendampingi korban kekerasan serta berupaya untuk memberdayakan orang-orang yang secara sistematis tertindas oleh kekerasan.
6. Melakukan aksi solidaritas dengan mereka yang berjuang bagi keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan.
Pada tahun ini tepatnya 4 Februari 2009, genaplah sembilan (9) tahun berjalan program DOV/DMK ini. Di antara tahun-tahun pelaksanaannya, Dewan Gereja-Gereja se Dunia (DGD) telah melakukan evaluasi proses pelaksanaan DOV a.l.melalui Pra Sidang Raya DGD untuk wilayah Asia Pasifik yang berlangsung 19-26 November 2005 lalu di wilayah pelayanan GMIM yaitu di jemaat Leilem Sonder. Dalam salah satu kelompok diskusi dibahas tentang Sistem yang Buruk Merusak Kebaikan Orang. Sistem yang buruk ini dikenal dengan istilah Kekerasan Struktural. Kekerasan ini terbagi dalam kekerasan dalam pendidikan, kekerasan dalam kebudayaan dan kekerasan dalam sistem pemerintahan dan sistem-sistem lain.
Lalu, apa yang dapat dilakukan oleh gereja-gereja ? Salah satu jawabannya ialah Gereja harus berperan lebih aktif untuk memecahkan tembok-tembok sistem yang buruk atau jahat itu.
Lalu…, apakah ini sudah dibuat oleh gereja-gereja anggota DGD (termasuk GMIM) selama kurun waktu sembilan tahun pencanangan DOV/DMK? Apakah Gereja-Gereja peduli dengan program ekumenis ini ? Apakah gereja-gereja steril atau bersih dari kekerasan? Bagaimana dengan kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan anak dan perempuan dan bahkan kekerasan dalam “gereja” ? Jangan-jangan gereja-gereja dalam ajarannya/teologinya karenanya dalam hidup bergereja dan berteologi sedang melakukan kekerasan.
Di tengah gencarnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di luar lembaga keagamaan dalam mempromosikan anti kekerasan dan bahkan melakukan berbagai kegiatan pemberdayaan dan advokasi atau pembelaan bahkan keberpihakan kepada/ bagi korban kekerasan, apakah yang dilakukan oleh organisasi gereja seperti kelompok kategorial Bapa, Ibu, Pemuda, Remaja dan Anak, atau yang berlatar belakang agama/gereja seperti a.l. Pendidikan Teologi dan GMKI ?
Perjalanan DOV/DMK masih satu tahun lagi. Saatnya kita bertindak mengatasi kekerasan dalam berbagai bentuk dan cara. Jangan biarkan kekerasan struktural atau kekerasan atas nama lembaga menjadi ‘citra’ gereja dan atau lembaga-lembaga gerejawi. Jangan hanya rajin berekumene dalam tataran hadir, dengar, diskusi, bawa hasil tapi tidak diberlakukan dalam dan oleh dirinya sendiri. Satu tahun yang tersisa ini adalah saatnya bertobat, apalagi saat ini gereja-gereja dalam kalendernya berada di mingggu-minggu sengsara. Bertindak bersama sebagai gerakan bersama semua anggota gereja atau kelompok gerejawi adalah agenda mendesak.
Saatnya berubah bukan hanya karena tema (periodikal) pelayanan gereja-gereja anggota PGI yaitu “Berubahlah oleh Pembaharuan Budimu”, tetapi terutama karena masalah ini adalah masalah kemanusiaan sejati ciptaan Tuhan sebagai Gambar-Nya.
Sekali lagi : sudahkah atau sedangkah Gereja-Gereja mencari Damai dan Rekonsiliasi agar kekerasan stop ?
“Ya Tuhan, Dalam Kemurahan-Mu, Baharuilah Dunia ini”, demikianlah tema Sidang Raya Dewan Gereja-Gereja Se-Dunia yang telah berlangsung di Brasilia pada tanggal 14-23 Februari 2006. Kiranya tema ini menjadi doa kita bersama dalam rangka terciptanya kedamaian dan kerukunan dan dihentikanlah kekerasan dalam berbagai bentuknya. Itulah juga yang antara lain mengantar PGI dalam Konferensi Gereja dan Masyarakat VIII di Cipayung pada November 2008 mengangkat tema : Tuhan itu baik kepada semua orang.
Tomohon, Minggu Sengsara 3, 2009
Tulisan ini juga dipublikasikan di Majalah Inspirator Edisi Januari-Maret 2009
Rabu, 01 April 2009
DEKADE MENGATASI KEKERASAN
ADMIN
20.34
No comments
Contact
Popular Post
- TEOLOGI KONTEKSTUAL, SEBUAH KEBUTUHAN*
- Kekerasan Simbolik: Kekerasan yang (tidak) Terasa Perspektif Kajian Budaya
- KEKRISTENAN DAN KONFLIK: Eksplorasi Fakta Alkitabiah dan Kekristenan pada Era Reformasi Gereja
- GEREJA menurut Tata Gereja GMIM
- Pembaruan Gereja, Upaya Menghadirkan Injil dalam Konteks yang terus Berubah*
- LAPORAN DEKAN
- Laporan dan Refleksi Dekan Fakultas Teologi UKIT (8 OKTOBER 2009 – 11 OKTOBER 2010)
- Wacana dan Formalisasi Syariat Islam dalam Konteks Masyarakat Multikultural Indonesia
- Nuwu’ I Tu’a: Etika Asli Tou Minahasa
- ATESEA General Assembly Diselenggarakan di SAAT Malang
0 komentar :
Posting Komentar